Polusi, Pencemaran, Perubahan Iklim | Manusia dan Bumi (Alam)
Polusi, pencemaran, juga perubahan iklim merupakan serangkaian fenomena tak terpisahkan yang terjadi diakhir-akhir ini. Dan kesemua itu, tidak bisa lepas dari tindak-tanduk sang dalangnya, yaitu manusia. Meskipun, jika berbicara masalah perubahan iklim, tidaklah sepenuhnya ialah akibat manusia. Karena perubahan iklim sendiri merupakan sebuah siklus alam yang juga pernah terjadi pada saat dulu kala. Hanya saja dari siklus alam tersebut, manusia tetap berperan aktif dalam memperparah kondisi (dampak) perubahan iklim. Gelar sebagai sang penguasa kekayaan alam bisa jadi yang telah membuat kebanyakan insan terlena kemudian menyelewengkannya.
Kemajuan zaman serta teknologi yang semestinya mampu membawa kearah lebih baik, justru disalahgunakan untuk membantu aksi tangan-tangannya melakukan tindak anarki terhadap Sumber Daya Alam (SDA), maupun alam (lingkungan) sekitar. Sikapnya yang cenderung mementingkan diri sendiri, tanpa memikirkan atau merenungkan efeknya untuk lingkungan, orang lain, dan masa depan, agaknya sudah mendarah daging. Bahkan mungkin nyaris menjadi sesuatu yang wajar dilakukan.
Tidaklah perlu pusing-pusing mencari contoh-contohnya. Karena memang kelakuan tersebut telah bisa dibilang menjadi kebiasaan sehari-hari dihampir semua tempat.
- Penggunaan kendaraan atau alat transportasi berstatus tidak ramah lingkungan. Yang mana secara otomatis dan pasti akan menambah jumlah gas karbon dioksida diudara. Selanjutnya, dengan respons acuh tak acuh seperti saat ini, akibatnya polusi udara menyebar kemana-mana dan kian merajalela. Hingga pada klimaksnya disamping jumlah udara bersih-sehat (oksigen) semakin langka, kini lapisan ozon yang menyelimuti sekaligus melindungi bumi juga mengalami penipisan, bahkan bolong. Sehingga sejak beberapa tahun lalu muncullah peristiwa baru yang dinamai pemanasan global atau ngertrend dengan sebutan global warming.
- Penebangan, pembakaran, dan pembalakan hutan secara ugal-ugalan tanpa diimbangi reboisasi. Entah itu dengan alasan untuk membuka lahan atau lain sebagainya. Alhasil, pohon-pohon yang pada fungsi sebenarnya sebagai penetral udara (membuat gas karbon dioksida menjadi oksigen), hanya tersisa imajinasi belaka. Jumlah pohon dan gas karbon dioksida yang setidak-tidaknya sejajar, sekarang malah menunjukkan bahwa keduanya saling bertolak belakang. Gas karbon dioksida terus diproduksi, sedangkan pohon begitu cepat lenyap.
- Membuang sampah dan limbah, baik dari pabrik maupun rumah tangga disembarang tempat (sungai, laut, dalam tanah, dst), tanpa dilakukan filtrasi dan pengelompokkan sebelumnya. Sehingga barang atau sisa-sisa yang seyogianya masih bisa didaur ulang dan dengan sedikit sentuhan kreativitas mampu bernilai ekonomi, turut ludes. Tidak lupa pula bahan-bahan yang sulit terurai. Semua bersatu padu mengotori alam. Alias memicu meningkatnya pencemaran lingkungan.
Dari sedikitnya tiga kelakuan negatif nan konyol manusia diatas, puncak masalahnya yakni lahirnya keparahan perubahan iklim. Dimana, problem serius ini kiranya kini bukan menjadi sesuatu yang asing lagi. Sebab sudah dialami oleh semua makhluk hidup dibumi, baik saat ini ataupun dulu. Kendati demikian, bila dipahami betul, ada pula poin-poin menonjol yang membedakan perubahan iklim sekarang dengan yang lalu-lalu. Dalam konteks ini ialah dipandang dari tingkat kengerian serta semenegangkan apa akibat yang ditimbulkannya. Dari sana, realita berkata bahwa perubahan iklim yang kini terjadi terbilang lebih mengkhawatirkan. Atau tepatnya amat sangat menyeramkan. Jadi, maklum apabila kemuduan perihal perubahan iklim sampai-sampai berulang kali diangkat sebagai topik perbincangan sengit, rumit, berbelit-belit dan misterius, dalam berbagai konferensi tingkat dunia maupun diskusi para pakar, ilmuan, dan profersor bersangkutan. Sebab disadari bersama, bahwa mencari kemudian menemukan metode-metode akan jenis perubahan perilaku yang lebih jitu, efisien juga efektif dalam mengatasi, mengantisipasi dan menekan efek buruknya seminimal mungkin, membutuhkan proses panjang. Tidaklah hanya segampang membolak-balik telapak tangan.
Dengan melihat sekaligus merasakan realita lingkungan masa kini, menjadi suatu yang tak perlu sekaligus `tidak sopan` rasanya bila kemudian diterima dengan ekspresi heran, terkejut, bingung, marah, dan nangis. Seharusnya dimengerti, bahwa rentetan persoalan diatas merupakan respon alam terhadap jerih payah manusia menyalahi aturan dan bertindak semena-mena yang tentunya kepada alam itu sendiri. Sedangkan perubahan iklim itu pun bukan akhir atau garis the end mua problematika alam. Dengan kata lain, ini baru mencapai tahap pertengahan sebagai titik awal sebelum menuju kehancuran yang sebenarnya Jika anda mengaku adalah orang yang tidak pernah luput dari berbagai macam informasi-informasi. Pasti anda telah tahu bahwa sempat ada kabar (isu) heboh yang mengatakan: dalam beberapa tahun kedepan Kota Jakarta akan tenggelam. Sedangkan apabila ditelisik sedikit lebih dalam lagi, berita tersebut bukanlah sekedar sebagai alat teror belaka, melainkan suatu kesimpulan yang berupa perkiraan atas segala runtutan kejadian yang terjadi didaerah (kota) tersebut. Seperti cuaca extra hot dikala musim kemarau, sehingga tidak jarang menjadi salah satu faktor terjadinya kebakaran hebat, seringnya terjadi banjir, banyaknya tanah yang ambles, kemacetan ,polusi juga pencemaran, dll.
Belum bersih betul rasa was-was menyelimuti warga Jakarta, isu berskala lebih super seram hadir melanda seluruh makhluk didunia. Dimana kabarnya, karena fenomena pemanasan global yang semakin menjadi-jadi akan mampu melelehkan berton-ton bongkahan es dikutub. Memang benar, sebagai manusia, kita belum memikirkan sampai seserius pada tahap ini. Jadi, segala pemicunya justru bertambah parah dan tak segera mendapat solusi beserta tindakan berarti. Kembali lagi pada permasalahan, kalau itu benar-benar akan kejadian, maka bukan mustahil kalau semesta daratan yang ada di muka bumi akan tenggelam. Harapan untuk kehidupanpun otomatis akan sirna.
Menciptakan kenyamanan lingkungan bisa kita mulai dari kesadaran diri sendiri untuk menjaganya.
BalasHapus