Langsung ke konten utama

Cerpen (cerita Pendek) Remaja Indonesia: Pacar Baru


“Selamat siang Anak-anak.”

“Siang, Pak.”

“Sudah siap ulangan?”

Semua siswa dalam kelas diam seribu bahasa, tak luput juga Nisa, salah seorang siswi yang hingga kini belum tersaingi kecerdasan otak briliannya.

Tidak seperti hari-hari biasanya, nampaknya dia siang ini belum siap menghadapi ulangan matematika. Wajahnya yang kurang ceria, dan tak segeranya dia mengambil alat tulis dari tas anti air pemberian ayah sebagai kado ulang tahunnya yang ke 12 dulu itu, sepertinya pertanda bahwa sedang memikirkan sesuatu.

Soal ulangan mulai dibagikan. Siswa-siswi mulai keringetan, dan tidak untuk seorang Nisa yang dari tadi justru pasang tampang ngantuk dan malas.

Wajar, semalam dia diajak kencan oleh kekasih hatinya hingga jam setengah sepuluh lebih. Belum lama juga sebenarnya Nisa berganti status dengan teman SD-nya itu, baru tiga minggu yang lalu. Entah apa saja yang telah dilakukan pacarnya dalam waktu yang sesingkat itu, yang pasti pola pacarannya telah menurunkan semangat belajar Nisa drastis.lebih lagi, buku yang dulu sering dibaca kini mulai berdebu, sebaliknya HP yang sebelumnya jarang sekali tersentuh, sekarang malah setiap waktu dibawanya, bahkan kesekolah juga.

“Tiwi pinjam bolpoin dong,” pinta Nisa pada Tiwi yang duduk tepat disebelah kanannya dengan suara suara kecil setelah menerima soal ulangan.

“Oh iya, ini Nis.”

“Maaa…kaa…siih…”

“Kamu ngapain Nis kog ngomongnya gitu? Ngantuk ya?” tanya Tiwi dengan suara datar dan nada penuh penasaran.

Tak digagas ocehan Tiwi dan mulailah Nisa meletakkan kepalanya diatas meja dengan beralaskan lembaran-lembaran soal yang penuh dengan gambar kubus, prisma, kerucut, dan masih banyak lagi.
Mata Nisa kian menutup.

Polah Nisa nan tak biasa itu sempat membuat Tiwi merasa agak aneh, bahkan lebih dari 19 menit.

“Bagaimana anak-anak? Mudah atau sulit?” tanya Pak Hendra yang sedang duduk dibangkunya dengan nada mengejek sambil memandang wajah murid-muridnya yang telah terlapisi keringat.

“Suu....liiitt….Pak..,” respon siswa keras dan ngelantur kecuali Nisa dan Tiwi.

Tiwi mulai menutup perhatian pada Nisa yang kian nyenyak dan segera membaca soal `tuk membuktikan soal yang kata teman-temannya sulit.

“Nisa,…sini sayang,…ada yang mau aku berikan padamu.”

“Apa, Beb?’

“Ya sini.”

Sambil memegang tangan Nisa, pria yang sudah berpakaian rapi dengan dasi yang menggantung dilehernya yang panjang itu, tiba-tiba mengeluarkan sebuah cincin silver dari kantong bajunya. Dengan sentuhan lembut,pria itu mencoba memakaikannya ke jari manis Nisa yang putih dan mulus. Kelakuan pria itu memang berhasil membuat paras Nisa terbungkus senyuman manis, apalagi `tika tangan yang sudah terhias cincin itu dikecup pacar barunya. Ooh.

“Makasih sayang,” ucap Nisa keras dan dilanjutkan dengan mencium-ciumi meja yang dibayangkan pipi pacarnya dalam mimpi.


“Nisa…Nisa…Nisa...,” panggil Pak Hendra dengan suara yang makin keras diiringi oleh tawa teman sekelas Nisa.


Tiba-tiba Nisa terbangun, beserta rasa kagetnya yang hebat.


“Ada apaan Beb?..kog kamu ngeliatnya gitu sih?” tanya Nisa lirih dan lembut kepada Pak Hendra yang sedang berdiri dihadapannya sambil mengetuk-ketukkan ujung sepatunya ke lantai berkali-kali.


“Hahahahahaaaaa….hukum saja, Pak,” ingin Rudi yang duduk didepan Nisa sambil cengengesan.


“Dasar cewek kolot, doyannya ma yang tua-tua.”


“Rudi diam!!!”


“Nisa….Nisa kamu tahu ini dimana, ada acara apa, dan siapa yang bicara padamu?” pak Hendra mulai mengulur kuping Nisa yang lemas.

“Masa` kamu lupa sih beb? Tadikan kamu yang ajak aku kerestoran ini? Katanya mau apel? Hahahahahaaa,” sindir Dino memotong percakapan Pak Hendra dan Nisa dengan suara jenaka.


“Diam!!!" marah Pak Hendri makin menjadi-jadi.


“Maaf Pak, habis Nisa ngantuk.”


“Bapak nggak mau tau, pokoknya kamu harus mengerjakan soal ini sebanyak 6 kali plus langkahnya juga. Mulai sekarang dan dikumpulkan sekarang juga. Bapak akan tunggu disini.”


“Tapi Pak?’


“Nggak ada tapi-tapian.”


“Hahahahaa pegel pasti tuh,” sindir teman-teman Nisa dengan cekakak-cekikiknya yang tak henti-henti.
“Diam semuanya!!! Kalau sudah selesai dikumpulkan sini, jangan pikirkan orang lain, pikirkan diri kalian sendiri,”


“Ya, Pak,”


Satu per satu teman Nisa mulai selesai dan tak sedikit yang telah bergegas pulang. Wajah Nisa yang tadinya ngantuk dan berantakan tiba-tiba dibanjiri banyak keringat. Saking seriusnya, sampai-sampai tak sedetikpun Nisa melepas pandangan mata kepalanya dari soal-soal pelik itu. Lembaran-lembaran soalnya pun makin lama makin basah setelah diguyur hujan keringat Nisa yang tak juga kunjung reda.


Pak Hendra yang menyaksikan tetesan peluh itu saja kini mulai jenuh. Dan sudah kesekian kalinya Pak Hendra menanyakan `sudah apa belum` pada Niasa. Bosan benar dia mendengar kata `tidak` terlontar dengan enaknya dari mulut Nisa yang kaku.


Dua jam lebih dia tercengang. Sesekali dia menyempatkan mendekati Nisa lalu coba melihat hasil kerjanya. Sungguh, itu sama sekali tidak membuat Nisa semakin tenang, justru sebaliknya Nisa makin tertekan dan seolah-olah otaknya jadi lebih cepat berantakan setelah diaduk dan diacak-acak terus.


“Nisa,” panggil Pak Hendra pelan sembari duduk dikursi depan Nisa.


Tak ada sepotong pun kata yang diucap Nisa, bahkan tak ditolehnya gurunya itu.


“Nisa…..Bapak akan beri kamu maaf, dengan syarat, ini jangan diulangi lagi. Singkat saja, sekarang kamu boleh pulang, tapi tetap harus menyelesaikan tugas ini, dan Bapak akan minta pekerjaan kamu besok.”


“Terima kasih, Pak,” Nisa mengambil tisu lalu mengusapkan dimukanya yang becek.


*jangan lupa baca juga cerita pendek yang ini:
Cerita Pendek (Cerpen) Remaja: Penyesalan

Komentar

  1. :: coba kalo ngerjain soalnya seperti di sekolah sebelah (nyontek rame2), dijamin gampang....(he...he...he)...^_^

    BalasHapus
  2. dasar anak-anak,masih kecil udah pacar2 an..hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pendek (Cerpen) Remaja: Penyesalan

Cerita Pendek (Cerpen) Remaja   Penyesalan Sungguh, akupun juga tak sudi jika disuruh jadi orang miskin. Namun apa boleh buat, semua itu sudah jalan takdirku sejak masih janin dulu. Hidup dirumah kumuh dan kecil dekat Kali Gajahwong telah kujalani. Pekerjaan ayah yang mengangkatku menjadi anaknya pun tidak bisa dibilang banyak menghasilkan uang. Terutama semenjak beliau dipecat dari sebuah perusahaan mobil terkemuka tiga tahun silam, karena dituding sebagai sang provokator perusahaan bangkrut. Padahal kata beliau padaku, itu bukan kesalahannya. Ditengah kepedihan hidup itu, aku masih harus menuntaskan pendidikan dibangku SMA yang tinggal satu tahun lagi. Sadar betul aku, bahwa satu tahun tak bakalan nyaman dan mulus mengalir. Sebab, berdasarkan pelajaran pengalamanku, kerap kali cemooh, cela, gunjingan, dan segalanya yang membuat kesal kuterima dari nyaris semua siswa-siswi disekolah. Mereka memang mengerti benar tentang bagaimana keadaanku. Baju lusut, sepatu bolo...

Pemanfaatan Teknologi Secara Bijak untuk Indonesia

Pemanfaatan Teknologi Secara Bijak untuk Indonesia Kehadiran teknologi digital memang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusi yang begitu besar terhadap perkembangan dunia. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan seluruh manusia, teknologi agaknya merupakan suatu kebutuhan vital yang paling tidak bisa untuk ditinggalkan. Globalisasi tanpa disadari sudah memaksa setiap orang berbaur dengan segala macam bentuk teknologi. Nekat menolak teknologi akan sama halnya dengan membuang diri jauh ke masa lalu. Sedangkan tidak malu menyalahgunakannya adalah sikap “membunuh“ diri sendiri. Oleh karena itu sebagai bangsa Indonesia yang tak mau terus-menerus tertinggal, tentu mesti bergerak cepat dan tepat terhadap teknologi. Apalagi teknologi cakupannya kompleks dan nyaris menyentuh segala lini kehidupan, maka tiada alasan bagi semuanya untuk tidak mau dan tidak mampu memanfaatkan teknologi yang ada secara bijak dan maksimal. Bentuk pemanfaatan teknologi digital sendiri cu...

Waspada Bahaya Minuman Keras (Miras) bagi Remaja

Waspada Bahaya Minuman Keras (Miras) bagi Remaja Bocahweowe - Di tengah peliknya kisruh dunia politik dan pendidikan saat ini, agaknya ada satu perkara yang tidak kalah penting untuk ditelusuri dan segera diselesaikan, yakni mengenai minuman keras atau yang lebih sering kita sebut miras. Persoalan miras menjadi teramat serius bukan saja karena ini termasuk masalah lama yang sampai hari ini belum dapat ditumpas secara tuntas, namun lebih pada efek buruknya terhadap masyarakat. Sebagai minuman yang memabukkan, miras memang menjadi salah satu faktor degradasi moral bangsa Indonesia. Mirisnya, pengaruh tersebut tidak hanya menjangkiti orang-orang dewasa, kaum muda yang notabene sebagai generasi penerus pun sudah mulai terbiasa dengan minuman beralkohol. Berangkat dari realita di atas, maka tidak mengherankan manakala kini cukup banyak pelajar maupun mahasiswa yang sejatinya memiliki semangat belajar kuat justru harus putus sekolah (drop out). Ketika kondisi tersebut tidak mendapa...